Apa yang diperlukan untuk menjadi nextgen infopro?

Laporan Resmi

Dalam laporan ini, kami mengamati harapan yang dimiliki sejumlah perusahaan terhadap para ahli informasinya dalam tiga hingga lima tahun ke depan, bagaimana responden memahami dirinya sehubungan dengan terus berkembangnya harapan tersebut, dan langkah yang dapat mereka ambil untuk memperoleh keahlian yang diperlukan agar tetap relevan.

29 Desember 202212 menit
Iron Mountain logo with blue mountains

Dunia manajemen informasi terus berubah dengan sangat cepat, sehingga memberikan tuntutan baru tentang bagaimana cara kita mengatur segala informasi yang kita miliki di dalam dan diluar perusahaan. Ini termasuk informasi yang berada di berbagai media sosial, yang disimpan di Cloud, yang diambil dan diakses oleh tenaga kerja mobile, dan serangkaian teknologi baru yang dipakai di tempat kerja melalui kontrol perusahaan atau pendekatan Bring-Your-Own-Device (BYOD).

Para NextGen InfoPro perlu menyadari dan mengantisipasi perubahan ini dan juga pengaruh yang dapat diberikan olehnya pada perusahaan. Era manajemen informasi reaktif sudah berlalu. Mulai saat ini, para ahli bidang informasi harus lebih proaktif dalam mengatur informasi, memanfaatkan teknologi, berpartisipasi dalam kegiatan pemeliharaan keamanan dan privasi, meningkatkan efisiensi operasional, dan menggali keuntungan yang lebih besar dari kegiatan penyimpanan informasi di perusahaan dan oleh pihak eksternal dengan menggunakan analitik data. Informasi tidak hanya harus dijaga dengan cara yang sesuai dengan persyaratan kepatuhan dan keamanan, tetapi juga dapat diolah kembali dan dibagikan untuk kepentingan seluruh perusahaan.

Sebagaimana pengobatan pencegahan yang mampu menangani penyakit sebelum ia bertambah parah, begitulah NextGen InfoPro perlu dipersiapkan agar dapat mengatasi potensi-potensi masalah dan mencegah timbulnya hasil yang negatif. Maka dari itu, untuk dapat melakukannya, diperlukan serangkaian keahlian operasional khusus dan juga wawasan yang mumpuni terkait rangkaian teknologi terkini dan yang sedang dikembangkan.

Dalam laporan ini, kami mengamati harapan yang dimiliki sejumlah perusahaan terhadap para ahli informasinya dalam tiga hingga lima tahun ke depan, bagaimana responden memahami dirinya sehubungan dengan terus berkembangnya harapan tersebut, dan langkah yang dapat mereka ambil untuk memperoleh keahlian yang diperlukan agar tetap relevan.

Temuan Utama

  • Prediksi untuk 3-5 tahun ke depan, manajemen risiko, keamanan, dan privasi data berada di peringkat teratas dalam daftar keahlian yang ingin dimiliki oleh 50% perusahaan. Selebihnya, 47% perusahaan menginginkan kemampuan manajemen konten dan arsip, dan 44% lainnya menginginkan keahlian untuk melakukan analitik data, konten, dan metadata.
  • Keahlian yang paling diinginkan terpusat pada pada aksesibilitas (53%), termasuk pada penggunaan perangkat seluler. Manajemen kualitas, penataan, dan migrasi data menjadi keahlian yang diinginkan berikutnya (49%), dan diikuti oleh keamanan informasi dan pengaturan akses (42%).
  • Dari sudut pandang proyek, manajemen konten dan arsip menjadi fokus dari 40% perusahaan untuk waktu 3-5 tahun ke depan. 39% responden menyatakan bahwa fokus mereka adalah pada manajemen proses bisnis (BPM), sementara 31% lainnya menganggap informasi dan pemerolehan informasi sebagai fokus utama mereka, yang mana mengindikasikan adanya keinginan untuk dapat berfokus dan meraih tujuan operasional secara menyeluruh.
  • 52% responden mengungkapkan bahwa keahlian yang berkaitan dengan perwujudan kebutuhan bisnis ke dalam penerapan yang lebih taktis akan memiliki pengaruh terbesar terhadap proyek pengelolaan kontennya selama 3-5 tahun ke depan. 46% perusahaan memandang keahlian untuk menjaga kepatuhan sebagai keahlian paling berpengaruh pada proyek, dan 45% lainnya lebih memilih menggunakan talent untuk memberikan nilai pada informasi dan data mereka.
  • 32% responden melihat taksonomi dan rancangan metadata – yang menyediakan struktur pada serangkaian informasi yang dimilikinya – sebagai keahlian teknis terbaik untuk perusahaan mereka. Keamanan informasi dan analisis proses ada pada posisi kedua, masing-masing berjumlah 30%, sementara 29% lainnya menyebut penerapan dan integrasi proses lebih dibutuhkan dalam perusahaan mereka.
  • 68% perusahaan menyatakan kebutuhan akan adanya pengetahuan teknis yang berfokus pada sistem dan prosedur keamanan informasi, yang artinya mengakui bahwa teknologi semata tidak akan cukup dalam melindungi aset informasi perusahaan. 60% menyebut pengetahuan terkait sistem Manajemen Konten Perusahaan (Enterprise Content Management/ECM), Manajemen Dokumen (Document Management/DM), dan Manajemen Arsip (Records Management/RM) sebagai sebagai kunci, sedangkan 53% lainnya berfokus pada penggunaan perangkat seluler.
  • Harapan perusahaan semakin meluas dan mencakup soft skills seperti pola pikir inovatif (70%). Manajemen perubahan (70%) dan manajemen hubungan yang mencakup pihak internal dan eksternal kini termasuk ke dalam rangkaian keahlian yang diharapkan dimiliki oleh ahli informasi mereka.
  • Ketika membicarakan peningkatan keahlian, 79% responden memandang perusahaannya telah berperan proaktif dalam meningkatkan keahlian, dan hanya 8% yang telah puas dengan keahlian yang telah dicapainya. Sebagian besar responden kami memiliki keinginan dan terpacu untuk meningkatkan keahlian mereka, mereka tidak ingin hanya menunggu pihak lain untuk datang dan memberikan pelatihan kepada mereka.
  • Ketika mengukur tingkat keahlian mereka dari sudut pandang teknis, banyak perusahaan yang merasa telah memiliki keahlian yang “kuat dan sangat kuat” dalam manajemen konten dan arsip (71%), dan manajemen proses bisnis (BPM) (56%). Bidang yang paling tidak dikuasai dan paling dikuasai, terkait peningkatan keahlian profesional, oleh responden kami masing masing adalah analitik prediktif (8%) dan integrasi sosial dan seluler (12%).
  • Pilihan metode untuk meningkatkan kemampuan para tenaga ahli adalah melalui program pembelajaran daring (52%), yang mendukung fleksibilitas dengan pembelajaran mandiri dan course engagement. Konferensi profesional, sebagai forum terpadu yang menyediakan sesi edukasi, interaksi antar pemasok, dan kesempatan berjejaring, adalah metode pengembangan keahlian yang dipilih oleh 45% responden.
  • Positifnya, 53% perusahaan sangat aktif (25%) atau cukup aktif (28%) dalam mendukung pertumbuhan tenaga ahlinya. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan menyadari pentingnya basis pekerjanya dan memahami keuntungan yang dapat diraih melalui investasi dalam bentuk peningkatan kemampuan para tenaga ahli mereka. Hanya 4% responden yang menyatakan bahwa mereka tidak mendapat dukungan apa pun.
  • 50% responden berpendapat bahwa perusahaan mereka seharusnya lebih proaktif dalam mencari dan mengidentifikasi seorang pakar (subject matter expert) yang akan ditunjuk sebagai mentor. 49% berpendapat bahwa perusahaan seharusnya mencari lebih banyak pelatihan spesialis, dengan 42% lainnya menyatakan bahwa keterlibatan yang lebih besar di tingkat proyek akan membantu memenuhi naiknya kebutuhan peningkatan kemampuan bagi para tenaga ahli.

Kebutuhan Masa Depan

NextGen InfoPro akan diterima dan diakui sebagai seorang pakar (subject matter expert (SME)) di bidang siklus hidup informasi dan data. Keahlian konvensional, seperti pengembangan kebijakan, pengawasan ketepatan program retensi dan disposisi, dan pemantauan kepatuhan harus disertai dengan wawasan di bidang teknologi informasi, manajemen perubahan, dan manajemen proses terkait. Para ahli informasi NextGen harus terus-menerus mengedukasi diri mereka dan perangkat-perangkatnya terkait perkembangan teknologi terbaru dan pengaruhnya pada perusahaan mereka. Mereka harus bersiap untuk memanfaatkan penguasaan materi mereka, dan menyajikan opini mereka tentang teknologi, analitik data, manajemen metadata, keamanan, privasi, dan lainnya, kepada manajemen senior, manajer bisnis, dan tim proyek.

Perpaduan antara berbagai model pembelajaran harus dimanfaatkan untuk mencapai tingkat kredibilitas dan keberlangsungan yang lebih tinggi dalam perusahaan mereka. Hal ini termasuk, tetapi tidak hanya terbatas pada, program edukasi formal, pelaksanaan penelitian tentang berbagai topik, kehadiran dalam webinar dan lokakarya profesional, serta interaksi dalam program pelatihan vendor atau pemasok.

Dengan melihat perubahan yang akan terjadi dalam waktu 3-5 tahun ke depan, 50% responden perusahaan menganggap keahlian di bidang manajemen risiko, keamanan, dan privasi data sebagai keahlian yang paling dibutuhkan dan bernilai. Hal itu sangat tercermin pada kenaikan dan besarnya dampak pelanggaran data dan kebocoran konten pada perusahaan dan pemerintah yang terjadi belakangan ini. Bagi 47% responden, keahlian manajemen konten dan arsip tetap menjadi keahlian yang paling diinginkan, sementara 44% lainnya menganggap bahwa analitik data, konten, metadata, dan lainnya, sebagai keahlian yang paling dibutuhkan dan diharapkan dari para ahli bidang informasi mereka.

Ketika ditanya mengenai peran mereka di masa depan, 44% responden kami melihat bahwa peran mereka akan berkembang menjadi lebih luas sebagai “ahli manajemen informasi.” Jumlah responden yang menjawab bahwa mereka akan tetap menjadi ahli manajemen konten dan arsip berkurang secara signifikan (20%), sementara hanya 10% dari mereka yang menentukan tujuan untuk menjadi “ahli manajemen pengetahuan”. Dalam masing-masing kasus, pemahaman terhadap sejumlah praktik manajemen dan tata kelola informasi serta kecakapan teknologi haruslah memadai.

Walau manajemen keamanan dan risiko berada di tingkat teratas pada daftar keahlian yang dibutuhkan untuk ahli manajemen informasi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1, kemampuan yang paling dibutuhkan oleh perusahaan berpusat pada aspek aksesibilitas dan pengiriman informasi, termasuk penggunaan perangkat seluler (53%), yang mana sejalan dengan pertumbuhan tren penggunaan perangkat seluler dan penerimaan pendekatan Bring-Your-Own-Device (BYOD). Walau hal tersebut terlihat sebagai sebuah anomali, ia tetap dapat diterima karena keahlian memang perlu dipelajari dan ketika diterapkan, dapat membuat Anda meraih tujuan yang ingin dicapai.

Kemampuan manajemen kualitas, penataan, dan migrasi data menyusul di posisi berikutnya dengan persentase 49%, selaras dengan tujuan perusahaan untuk meningkatkan kemampuan dalam menemukan dan menggunakan informasi bisnis yang berharga. Kemudian, yang melengkapi peringkat tiga teratas dalam hasil survei ini adalah kemampuan terkait keamanan informasi dan pengaturan akses dengan persentase sebesar 42%, yang menandakan adanya peningkatan kesadaran dan pergerakan dalam mengamankan aset informasi perusahaan, seraya menyediakan akses yang sah dan teratur untuk sumber data ini. Ini juga selaras dengan rangkaian keahlian yang diinginkan terkait dengan manajemen keamanan dan risiko yang telah dibahas sebelumnya.

Beralih pada rencana proyek atau proyek yang akan datang, manajemen konten dan arsip masih menjadi fokus bagi 40% perusahaan untuk 3-5 tahun mendatang. Yang menarik adalah, 39% responden menyatakan bahwa mereka masih berfokus pada BPM dan 31% lainnya berfokus pada pemerolehan dan manajemen informasi. Hal ini mengindikasikan adanya keinginan untuk menangani proses manajemen yang berkaitan dengan konten secara menyeluruh, tidak hanya sebatas arsip, yang dapat memenuhi dan mendukung tujuan operasional. Hal ini juga mengindikasikan tumbuhnya kesadaran bahwa semakin banyaknya generasi data dan informasi menjadikannya makin majemuk dan sulit untuk dikelola secara individu. Praktik manajemen informasi di masa depan akan memerlukan penggabungan antara kecerdasan dengan alur kerja dan alat tagging otomatis untuk dapat mengelola risiko, biaya, dan nilai.

Ketika ditanya mengenai keahlian manajemen proyek yang dibutuhkan untuk berhasil menyelesaikan proyek dari awal hingga akhir, kemampuan untuk mewujudkan kebutuhan bisnis ke dalam penerapan praktis merupakan jawaban teratas dari 52% responden kami. Hal ini menjadi sebuah indikasi bahwa keberhasilan proyek dimulai dengan menyelaraskan kebutuhan teknis dan fungsional dengan kebutuhan bisnis yang telah dipahami agar dapat menyelesaikan masalah bisnis. Pada tahap penyelerasan inilah para ahli informasi seharusnya ditugaskan untuk mendukung kegiatan ini.

Bagi 46% responden, kemampuan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan hukum adalah hal yang paling berdampak pada proyek. 45% lainnya mengindikasikan bahwa pengetahuan terkait identifikasi dan pemberian nilai pada informasi dan data memiliki pengaruh terbesar bagi proyek manajemen konten, karena hal ini akan memudahkan analitik, pencarian, dan akses data. Keduanya mendukung konsep nilai bisnis dalam informasi yang telah dikelola secara aman untuk mendukung standar kepatuhan, peraturan, dan regulasi yang diperlukan.

40% perusahaan telah menyadari adanya kebutuhan untuk meningkatkan tata kelola informasi, praktik manajemen konten dan arsip (35%), dan praktik retensi dan pemusnahan arsipnya (33%). Ini kembali merefleksikan adanya kesadaran yang semakin besar akan kebutuhan manajemen siklus hidup data dan konten, dan tidak hanya manajemen arsip. Dibutuhkan kerja sama antara berbagai fungsi bisnis untuk memastikan pengembangan, pengimplementasian, dan pemeliharaan strategi informasi yang berkelanjutan. Sebagai hasilnya, kita melihat kenaikan kebutuhan akan adanya individu yang bertanggung jawab atas tata kelola informasi, yang mungkin diwujudkan dengan ditugaskannya seorang petugas atau manajer Tata Kelola Informasi. Rujukan pada praktik yang dilakukan menunjukkan bahwa perusahaan tidak hanya mengandalkan teknologi, tetapi mereka juga mengikutsertakan orang dan proses sebagai bagian dari strategi informasi mereka secara keseluruhan.

Meskipun terdapat responden yang merasa bahwa kebutuhan akan struktur manajemen informasi formal telah menurun, 32% responden kami menganggap taksonomi dan rancangan metadata yang menyediakan struktur untuk rangkaian informasi mereka sebagai keahlian teknis terbaik yang diperlukan untuk perusahaan mereka.

Keamanan informasi dan analisis proses berada di urutan kedua, yaitu masing-masing 30%, sedangkan 29% responden menyebut aplikasi dan integrasi proses sebagai tuntutan yang lebih besar bagi para ahli manajemen informasi di perusahaan mereka. Hal ini menguatkan argumen bahwa nilai terbesar sebuah informasi diperoleh melalui organisasi, kontrol, dan integrasi di seluruh perusahaan dan proses operasional.

Perusahaan sangat berharap seorang ahli informasi dapat membawa pengetahuan teknis yang memadai dan berharga ke dalam perusahaannya. Sistem dan prosedur keamanan informasi menempati urutan teratas bagi 68% perusahaan, yang membenarkan bahwa faktor teknologi saja tidak akan cukup untuk mengamankan dan melindungi aset informasi perusahaan.

60% responden menyatakan bahwa pengetahuan terkait sistem ECM/DM, dan RM sebagai hal yang paling perusahaan mereka butuhkan, sementara 53% lainnya berfokus pada pengetahuan akan penggunaan perangkat seluler. Penggunaan perangkat seluler ini menyebabkan dipekerjakannya Chief Mobility Officer (CMoO) belakangan ini di beberapa perusahaan besar.

Sebagaimana yang diindikasikan dalam penelitian kami sebelumnya, keahlian teknis saja bukanlah satu-satunya hal yang harus dimiliki oleh ahli manajemen informasi. Perusahaan kini mengharapkan para ahli manajemen informasi mereka memiliki soft skill seperti pola pikir inovatif (70%), manajemen perubahan (70%), dan manajemen hubungan yang meliputi hubungan dengan pihak eksternal dan internal.

Keahlian-keahlian inilah yang kini diharapkan dimiliki oleh ahli informasi karena besarnya kebutuhan untuk melaksanakan pekerjaan dengan tim lintas fungsi dan pemfasilitasan berbagai proyek dan perusahaan atau program manajemen informasi tingkat global.

Perspektif Individu

Setelah mengetahui persepsi yang dimiliki perusahaan terhadap para ahli manajemen informasinya di masa depan, kini kami mengalihkan perhatian pada para individu untuk menilai bagaimana tanggapan mereka terkait pertanyaan-pertanyaan survei di bawah ini. Kami memeriksa kemampuan dan kekuatan yang nampaknya mereka kuasai, serta mengidentifikasi bidang yang perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan di masa depan.

Seperti yang sudah diperkirakan, para responden memberikan tanggapan akan kemampuan mereka dalam manajemen konten dan arsip, BPM, taksonomi, dan bidang lain yang telah mereka jalani selama bertahuntahun. Hak yang juga tidak mengherankan adalah para individu ini mengindikasikan adanya ketidakpuasan mereka di bidang analitik data, keamanan, risiko, privasi, dan pemanfaatan komponen seluler/sosial – yaitu bidang-bidang yang perusahaan harap dapat dikuasai oleh para ahli manajemen informasi ini di masa depan.

Ketika ditanya tentang peran yang sudah mereka lakukan untuk berpartisipasi secara proaktif dalam mencari pelatihan keahlian profesional tambahan, 79% responden mengungkapkan bahwa mereka telah berperan proaktif dalam mencari pelatihan tambahan, sementara 8% sisanya tidak.

Sebagian besar responden kami memiliki keinginan dan dorongan untuk meningkatkan keahlian mereka secara mandiri daripada hanya menunggu pihak lain untuk datang dan memberikannya kepada mereka. Merekalah yang mengendalikan karir serta mencari kesempatan dan cara-cara untuk meningkatkan keahlian mereka sendiri.

Beralih pada soal peningkatan keahlian profesional, 45% responden mengindikasikan bahwa mereka telah mengikuti kelas pelatihan daring: sebanyak 4% responden mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh institusi akademis dan 41% sisanya dari sumber independen, termasuk asosiasi dan lembaga pelatihan swasta.

Sebagian kecil responden (19%) meminta bantuan dari para pakar di bidangnya untuk dapat berkonsultasi dan menerima bimbingan, sementara 18% lainnya memanfaatkan kegiatan yang berhubungan dengan industri dan profesi sebagai sumber pembelajaran mereka. Kecilnya persentase itu kemungkinan disebabkan oleh kurangnya dana untuk dapat menghadiri program-program tersebut, meskipun program itu dianggap sebagai wadah yang penting untuk dapat berjejaring dengan para pakar dan kolega seprofesi.

Jika menilai tingkat keahlian mereka dari sudut pandang teknis, banyak responden yang merasa mereka “sangat ahli dan amat sangat ahli” dalam bidang manajemen konten dan arsip (71%), dan BPM (56%). Bidang yang paling tidak dikuasai oleh responden kami, yang sekaligus sebagai bidang yang kebutuhan akan peningkatan keahliannya paling tinggi, adalah bidang analitik prediktif dengan persentase penguasaan keahlian hanya 8%, (titik terlemah dalam ranah analitik bagi banyak perusahaan) dan bidang integrasi seluler dan sosial (12%), yang telah diidentifikasi sebagai fokus dan tuntutan yang semakin meningkat di banyak perusahaan. Di antara kekurangan dan kelebihan keahlian inilah terletak aspek analitik, preservasi digital, serta keamanan dan privasi, yang kesemuanya adalah bagian tak terpisahkan dari pengelolaan dan pemanfaatan informasi perusahaan. Pelajaran yang dapat diambil oleh para NextGen InfoPro adalah agar meningkatkan keahlian mereka di bidang-bidang yang vital bagi pekerjaan ini.

Elevate the power of your work

Dapatkan konsultasi GRATIS hari ini!

Mulai